November 18, 2008

Fenomena Obama

Tepat tanggal 4 November 2008 kemarin, dunia menyaksikan salah seorang warga Amerika Serikat keturunan Afro-Amerika, melangkah dengan pasti di atas panggung kemenangan setelah meruntuhkan dominasi partai Republik yang mengusung senator John McCain. Dengan wajah cerah ceria dibalut kemenangan Barack Hussein Obama berpidato di hadapan ribuan pendukungnya, pendukung Partai Demokrat tepatnya. Dalam pidato singkat itu ia kembali menegaskan komitmennya untuk membangun Amerika secara bersama-sama dengan semua pihak. Membuktikan slogan “perubahan” memang bisa dilakukan.

Kemenangan Obama di pentas demokrasi Amerika bukanlah kemenangan yang mudah untuk didapat, sebab Amerika bukanlah negeri dongeng ataupun negeri mimpi, melainkan negeri realitas yang telah lama menggandeng demokrasi sebagai medium dalam membangun negara serta didukung oleh para pemilih yang bisa dibilang tingkat rasionalitasnya sangat tinggi. Konstituen seperti itu sangat teliti dalam menentukan pilihan.

Jika melihat kecenderungan politik pada pemilu Amerika kemarin, kita bisa melihat kemenangan tersebut sangat ditentukan oleh beberapa faktor berikut di antaranya: Pertama, secara individu, Obama memang memiliki karakter cukup kuat sehingga iklan politik yang dijual ke publik oleh tim kampanyenya membuat publik yakin akan kapasitas dan kapabilitas sang kandidat. Sejak awal Obama memang dikenal sebagai politisi muda yang sangat dekat dengan konstituennya sehingga banyak tahu tentang kondisi masyarakat yang diwakilinya. Bahkan dalam menjalankan tugas sebagai senator, politisi yang mantan aktifis itu sangat sulit ditemukan di kantornya, karena lebih banyak terjun ke lapangan (daerah) untuk menjaring aspirasi orang-orang yang diwakilinya.

Kedua, Amerika yang saat ini sedang diterpa krisis karena kredit rumah macet, membutuhkan sosok alternative. Dibandingkan dengan proposal McCain, Obama bagi rakyat Amerika lebih menjanjikan, sebab, memilih McCain sama saja dengan meneruskan dinasti kepemimpinan George W. Bush. Disamping itu, rakyat Amerika juga merindukan kesuksesan dalam berbagai bidang (terutama bidang ekonomi) yang pernah diraih pada era kepemimpinan Bill Clinton yang juga politisi partai Demokrat—seperti diutarakan beberapa analis bahwa sukses Clinton dalam mendongkrak Ekonomi Amerika tiada lain merupakan desain dari tim ekonomi partai Demokrat--.

Ketiga, kekalahan kubu Republik pada pemilu kali ini tidak terlepas dari pengaruh Bush yang bisa dibilang gagal dalam menjalankan dua periode roda pemerintahan. Partai Republik mendapat “karma” dari dosa politik Bush yang telah menyalahgunakan kekuasaannya untuk menebarkan hegemoni dan dominasi. Menginvasi Afghanistan dan Irak adalah kesalah besar, sebab selain menderita kerugian secara finansial, juga menderita dari segi citra, Amerika sebagai bangsa dicaci-maki oleh banyak orang di berbagai belahan dunia karena pilihan politik seperti itu. Oleh karena itu para pemilih seperti ingin mengakhiri caci-maki dunia selepas pemerintahan Bush kemudian menaruh harapan besar kepada Obama.

Keempat, peran teknologi informasi (IT) di dunia modern seperti saat ini adalah sesuatu yang tidak bisa dinafikan. Sebab dengan mengadopsi teknologi (seperti media internet), tim kampanye Obama mampu menjangkau jutaan warga Amerika sekaligus mengajak mereka untuk menggunakan hak pilihnya sebagai warga negara. Lebih-lebih para pemuda yang tidak begitu peduli dengan urusan politik.

Kemenangan Obama yang telah lama dinanti, tidak hanya oleh rakyat Amerika tetapi juga oleh penduduk dunia itu merupakan sebuah fenomena menarik dalam melihat realitas politik di Amerika. Amerika yang terkenal dengan pluralitasnya mampu meyakinkan dunia bahwa dalam demokrasi Amerika hak semua orang sama asalkan mereka memiliki kemampuan. Ini juga meneguhkan posisi Amerika sebagai kampiun demokrasi yang sebenarnya. Jejak Obama bukan tidak mungkin untuk bisa diikuti oleh politisi tanah air, jika telah memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk membangun negara maka “keberanian untuk berharap” menjadi taruhan.