January 24, 2011

Jejaring Sosial “Kayakiye”, Ancaman Serius Bagi Facebook!

1295788020913405534

Halaman depan kayakiye (ilustrasi/kayakiye)

Tak perlu jauh-jauh mencari pesaing serius Facebook, kini ancaman serius itu datang dari sudut-sudut provinsi Jawa Tengah, sekitar wilayah Kebumen, Tengal den sekitarnya yang terkenal dengan aksen “Ngapak-nya”.

Hingga hari ini Facebook menjadi pemain utama jejaring social. Kesan menjadi pemain utama dan menguasai pasar bisa dilihat dari catatan-catatan penting terkait facebook: sang pendiri, Mark Zuckerberg selalu masuk dalam daftar orang terkaya dunia versi majalah forbes bersandingan dengan sejumlah nama beken seperti Bill Gates, Steve Jobs, dkk; baru-baru ini film yang membedah fenomena facebook “The Social Network” menyapu bersih hampir seluruh penghargaan pada ajang Golden Globe. Tak tebendung memang.

Ancaman serius itu baru sore ini saya temukan, ketika salah seorang kompasianer membedah tentang situs jejaring social baru yang nuansa “Ngapaknya” begitu terasa. Tak perlu menunggu berlama-lama, saya langsung ke situs yang direkomendasikan “kayakiye” namanya. Benar saja, ketika saya membuka halaman awal terlihat mirip dengan facebook, namun yang membedakan adalah suasana lokalnya begitu terasa. Prinsip kerjanya, kelihatannya seperti kombinasi antara facebook dan twitter. Lucu sekaligus unik ketika mendengar “follow” diterjemahkan menjadi “melu”, “jeneng apa email”, password menjadi “paswod”, unik bukan?

Setidaknya ada dua pesan yang penting dari jejaring social baru ini, pertama, SDM bangsa kita sejauh ini penuh dengan kejutan-kejutan baru yang tidak kalah dengan produk asing, sebut misalnya Kaskus yang hingga hari ini tetap bertahan, Koprol yang kemudian dibeli Yahoo, dan produk software lainnya. Potensi itu ada tetapi barangkali belum bersinergi satu dengan yang lain.

12957886762104104578

Halaman depan Koprol (ilustrasi/koprol)

Kedua, boleh jadi kehadiran “kayakiye” ini positif bagi kalangan masyarakat luas terutama masyarakat yang menjadi sasaran pasar situs, otomatis kedekatan komunitas “ngapak” akan lebih solid ketika situs ini mulai menjadi idola. Dan, setidaknya pesona facebook sedikit tergeser untuk sementara setidaknya di sudut-sudut provinsi jawa tengah.

Akhir kata, semoga inovasi serupa terus dikembangkan dan diikuti para pengembang lain di tanah air. Di tengah arus “perang ide” rasa percaya diri bangsa dapat dipupuk dengan jalur ini. Selamat mengudara kayakiye!

Belum Saatnya Pak SBY Dapat Gelar “Siregar”

OPINI | 18 January 2011 | 14:09 1664 78 3 dari 4 Kompasianer menilai Menarik

Presiden SBY hari ini dijadwalkan menerima penghargaan dalam bentuk gelar dari Lembaga Adat Batak, dikabarkan Pak beye akan mendapatkan gelar Siregar sehingga kelak pak beye bisa dipanggil Susilo Bambang Yudhoyono “Siregar” menyusul Ibu Ani dengan tambahan pohan, maka kelak bisa dipanggil Ani Yudhoyono “Pohan”.

Pagi tadi saya sempat menyaksikan berita di metro tv terkait persiapan penyambutan pak sby di medan, sepertinya agenda pemberian gelar akan dirangkai dengan peresmian sebuah gedung museum di Medan.

Kejelasan tentang pemberian gelar ini bisa kita kutip dari jubir partai demokat, bang ruhut sitompul, seperti dilansir berita detik siang ini, ia menyebutkan gelar tersebut sebagai symbol bahwa pak beye adalah pemimpin besar.

Lebih jauh bang ruhut mengatakan bahwa pemberian gelar adat itu menjadi bukti kecintaan rakyat kepada pak beye, pak beye adalah pemimpin tipe pekerja keras yang selalu bekerja serta melindungi rakyatnya.

Sebelum ini kita bisa melihat sejumlah protes dari kalangan mahasiswa yang menolak pemberian gelar tersebut kepada pak beye karena dianggap gagal membawa perubahan dengan indicator seperti kasus-kasus hukum yang tidak kunjung usai, serta pressure dari tokoh agama yang meminta pemerintah untuk bekerja secara serius mengingat selama ini seringkali terjadi perbedaan antara ucapan dan tindakan: “ada beberapa kebohongan”.

Termasuk teriakan mayoritas rakyat kecil yang tidak sanggup menerima beban kenaikan harga sejumlah bahan pokok seperti cabai yang harganya kian pedas, menyusul tarik ulur rencana kenaikan tarif dasar listrik dalam waktu dekat.

Lantas tepatkah pak beye mendapat gelar itu? Sebetulnya pak beye tidak asing dengan pemberian gelar dari berbagai pelosok negeri ketika ia berkunjung, begitu juga dengan penghargaan dari masyarkat internasional. Tetapi kali ini kelihatannya kita dan masyarakat yang hendak memberikan gelar kepada pak beye harus berfikir ulang. Berfikir memberikan gelar jika pak beye telah mampu membuktikan karya nyata untuk melakukan perubahan drastis pada ruang-ruang birokrasi dan pemerintahan. Bersikap revolusioner untuk meredam harga cabai misalnya.

Gelar adat atau apapun yang bersifat kearifan local semestinya tidak diberikan begitu saja, sebab ketika diberikan berdasarkan penilian sempit justru akan menurunkan drajat kearifan local itu sendiri.

Alangkah indah jika pak beye tiba-tiba menolak gelar yang diberikan kepadanya karena merasa belum layak untuk mendapatkannya. Atau, kalau tidak menolak paling tidak menunda penerimaan penghargaan menunggu setelah ia selesai melaksanakan kewajibannya sebagai pemimpin–di penghujung 2013. Sebab, pemimpin yang fokus bekerja keras untuk kesejahteraan rakyat, akan mendapat apresiasi tak terbatas dari rakyatnya.

Sebelumnya saya posting di Kompasiana, rating recomended.

Mengintip Bisnis Tentara Bayaran Blackwater

OPINI | 18 January 2011 | 17:33 186 1 Nihil

1295346217451785840

Sampul buku bisnis militer blackwater

Guna menegaskan posisi sebagai negara superpower dunia Amerika kelihatannya kewalahan dengan militer reguler yang ada, maka tentara bayaran adalah pilihan paling praktis dan efisien. Berikut adalah buku yang ditulis seorang jurnalis AS tentang sepak terjang tentara bayaran dalam sejumlah proyek invasi.

Anggapan yang mengatakan bahwa dunia internasional kini tidak lagi didominasi oleh aktor negara semakin kuat, kehadiran aktor non-negara belakangan menjadi bahan penting dalam analisa para pemerhati studi hubungan internasional. Aktor non-negara terdapat dalam berbagai macam bentuk, ada perusahaan, ada organisasi non-pemerintah, ada institusi-institusi ad hoc internasional, bahkan pelaku kejahatan seperti teroris pun termasuk dalam kategori ini, dan seterusnya. Satu yang pertama dalam kategori perusahaan juga memiliki berbagai macam varian. Salah satunya yang belakangan sering menjadi sorotan dalam sejumlah konflik internasional adalah Private Militacy Company, Private Security Company (PMC, PSC) atau dalam term Indonesia bisa disebut dengan perusahaan militer swasta.

PMC merupakan istilah yang sering diletakkan oleh para analis terhadap beberapa perusahaan swasta bidang jasa keamanan. Peran mereka dalam konteks pertahanan sangatlah signifikan. Mereka (para pemliki PMC) tidak lagi melihat pertahanan dan militer menjadi monopoli negara, tetapi bisa juga dijadikan sebagai sarana bisnis privat. Fenomena kapitalisasi militer kini bukan lagi menjadi sesuatu yang rahasia, keberadaan mereka sebagai perusahaan bisnis telah mendapat pengakuan dari berbagai pihak entah dari pejabat negara ataupun perusahaan swasta yang bergerak di bidang non-militer namun membutuhkan jasa keamanan dengan memilih PMC sebagai alternatif untuk mengamankan bisnis mereka.

Sepak terjang mereka bisa dilihat dalam banyak kasus, pada Perang Irak dan Afghanistan misalnya terdapat beberapa PMC yang terlibat di sana, diantaranya adalah Black Water, DyCorp, Defion International, AirScan, klien mereka adalah pemerintah Amerika Serikat. Black Water sendiri bekerja atas nama bisnis untuk mengamankan kepentingan klien. Black Water misalnya bekerja demi uang untuk memastikan distribusi logistik dapat mencapai target sasaran, mengawal konvoi pasukan, menjadi pasukan pendamping, mengamankan kantor-kantor administrasi, memastikan keamanan pemerintahan di Irak, termasuk mendampingi pemerintah Irak yang tidak lagi memiliki kapabilitas militer untuk menjalankan aktifitas sehari-hari mengingat kondisi Irak yang masih rentan dari aksi bom, serangan bersenjata dan tindak kekerasan lainnya, sehingga Black Water menjadi pengawal yang harus memastikan klien mereka aman berdasarkan standar operasi yang profesional dan pada akhirnya akan mendapat imbalan dari hasil kerja mereka. Semua itu tidak berdasarkan pada nilai-nlai yang selama ini dipegang teguh oleh para militer aktif untuk membela negara masing-masing. Tetapi para militer PMC lebih melihat peran mereka sebagai pelaku bisnis untuk kepentingan transaksional.

Blackwater

Dalam buku karya Jeremy Scahill ini, kita dibawa ke dalam rentetan kisah tentang jalanan-jalanan berdarah dan pertempuran di kota-kota di Irak antara warga pemberontak yang marah dan militer AS yang arogan, hingga ke fasilitas latihan perang serbalengkap milik Blackwater di Moyock, Carolina Utara. Dilanjutkan dengan kisah tentang kontroversi penggunaan militer swasta yang menjadi topik panas di Gedung Putih, cerita tentang angin topan mematikan di New Orleans, sampai ke ruang-ruang para penguasa di Washington. Semuanya bermuara ke satu hal: untuk membongkar keberadaan Blackwater sebagai wajah buas dan angker mesin perang Amerika Serikat. Walaupun kini telah berganti nama menjadi Xe Services, orang tetap mengenal Blackwater sebagai perusahaan tentara bayaran terkuat di dunia.

Selain itu, buku karya Jurnalis AS yang merupakan hasil investigasi bertahun-tahun di Irak ini secara gamblang membongkar sosok perusahaan tentara bayaran Blackwater dan menunjukkan betapa berbahaya ketika pemerintah melimpahkan tugas ketentaraan pada pihak swasta. Ketidakmampuan mengontrol secara utuh boleh jadi faktor penyebabnya.

Kerja Blackwater sepertinya sangat dipengaruhi oleh iklim keamanan internaional, jika konflik terjadi di mana-mana bisa jadi kontrak akan datang kepada mereka dalam jumlah besar, sebut saja misalnya krisis keamanan di AS pada tahun 2001 dan aksi militer AS pada tahun-tahun setelah itu berimplikasi pada kontrak dengan pemerintahan AS meningkat, Blackwater mencatat total kontrak antara tahun 2001 hingga 2006 sekitar $1,024,519,018, angka yang sangat besar memang.

Tetapi kontrak yang begitu besar sepadan dengan resiko yang harus diterima, para perajurit bayaran Blackwater setiap hari harus siap menerima konsekuensi di daerah-daerah konflik peperangan, termasuk harus siap menjadi bumper kebijakan klien yang menggunakan jasa mereka. Menjadi sasaran kemarahan rakyat Irak adalah kenyataan sehari-hari yang harus dihadapi, seperti diceritakan secara gamblang pada bagian pertama buku ini.

Terkait isu tentara bayaran terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan sejumlah pemerhati isu militer dan pertahanan, Peter W. Singer termasuk orang yang konsern mengkaji isu ini, salah satu tulisannya”Outsoursing War” (2005) mengulas secara komprehensif kiprah PMC, selain itu buku “Bisnis Militer” yang ditulis oleh Veronika (2008) juga patut layak menjadi referensi kajian ini; buku “La Empresa Guerra; Bisnis Perang dan Kapitalisme Global,” yang disunting oleh Dario Azzelini dan Boris Kanzleiter (2005); “Making a Killing: The Business of War“, Center for Public Integrity, October (2002). Dan, belum ada yang mengulas secara detail tentang Blackwater.

Sehingga, kehadiran buku yang disajikan dengan gaya bercerita ini setidaknya menjadi tambahan referensi bagi para pemerhati isu keamanan, terlebih mereka yang penasaran dengan sepak terjang Blackwater sebagai tentara bayaran di dunia nyata.

Judul : Blackwater Membongkar Keterlibatan Tentara Bayaran dalam Invasi Militer Amerika Serikat

Penulis : Jeremy Schaill

Penerbit: Mizan Pustaka

Cetakan: Pertama, Oktober 2010

Tebal : 704 Hlm

Peresensi: M Sya’roni Rofii, penikmat buku.
Sebelumnya saya posting di Kompasiana

January 9, 2011

Bercanda dengan Das Kapital For Kids

Das kapital tidak pernah menarik untuk saya baca dalam waktu yang cukup lama. Satu halaman saja membuat pusing kepala ini. Tapi ada yang menarik kemarin ketika saya membaca sinopsis sebuah buku terbitan tahun 80-an tentang das kapital tulisan David Smith. Judulnya "Marx's Kapital for Beginner". Memang benar-benar untuk beginner atau bisa diplesetkan dengan "for kids"--seperti di tempat-tempat kursus bahasa.

Ya, das kapital yang berat dan setebal bantal itu dibuat menjadi komiks bergambar. Bayangkan membaca buku ini seperti anda membaca komik naruto, tintin, superman atau sejenisnya. Penuh gambar dan jenaka tentu saja.

Saat membaca komiks das kapital ini saya terbayang-bayang seperti apa fantasi anak-anak saat membaca komiks itu. jenaka tapi cerdas.

January 6, 2011

Andai Gayus Robin Hood

1294281638306062935
Robin hood dalam kemasan baru hollywood (ilustrasi/google)

Gayus kembali muncul ke permukaan. Selain karena baru saja membacakan surat pembelaan terkait skandal pajak yang menimpa dirinya. Ia juga tengah disorot lantaran mantra uangnya yang, lagi-lagi membuat aparat di negeri ini tidak bisa berkutik. Aparat hukum adalah salah satu yang paling terkena imbas kelakuan gayus.

Beberapa waktu lalu Devina lewat surat pembacanya di harian kompas sepertinya ingin mengembalikan memori kita semua tentang kepergian gayus kesana-kemari di saat ia seharusnya berada dalam sel tahanan mako brimob. Cerita tentang kepergian gayus ke Bali untuk sekedar menonton tenis ternyata bukan puncak pelesir gayus. Tetapi cerita kali ini lebih dramatis, gayus berhasil melewati sekian banyak penjagaan aparat Indonesia sejak dari mako brimob yang terkenal ketat dan angker itu, berlanjut ke imigrasi dengan memalsukan identitas bernama Laksono–tentunya dengan photo wig fenomenal itu–untuk membuat pasport, begitu juga di bandara, dan akhirnya gayus bisa berenang di pantai indah Makau, setelah sebelumnya terbang bersama maskapai Air Asia. Banyak orang beranggapan uang melimpah gayus adalah mantra paling ampuh yang dia miliki.

Hingga hari ini uang hasil korupsi gayus sudah berkurang berapa digit? Kita belum tahu pasti. Yang jelas angka milyaran rupiah tidak cukup banyak jika hanya dihabiskan gayus untuk berhadapan dengan hukum.

Gayus sekuat apapun ia tersenyum di hadapan kamera, pasti akan redup juga. Sebab babak pengadilan pasti akan membawa gayus pada vonis, entah lima tahun, sepuluh tahuh, seumur hidup dan mungkin hukuman mati.

Riwayat perjalanan gayus pasti akan berakhir pada ujung ketidakpastian, selepas vonis dijatuhkan, gayus akan menjadi penghuni tetap sel tahanan, ia sudah dipecat dari pekerjaannya, istrinya tidak bisa lagi menikmati hasil korupsi suaminya seperti orang biasa, orang tua gayus sudah lama menghapus gayus dari silsilah keluarga karena tabiat buruk koruptif ini, terus apa kata teman-teman bermain anak gayus (jika gayus sudah punya anak) saat mereka sedang bercanda, sebab semua umur hampir pasti mengenal gayus.

Gayus juga bukan orang penting di negeri ini, ia hanya orang biasa, ia bukanlah petualang politik yang memiliki dukungan politik saat ia terseret skandal seperti sejumlah kasus yang menimpa elit politik lebih besar, ia juga bukan ahli hukum yang pandai menginterpretasi, ia hanya seorang alumnus sekolah akuntan yang pandai menghitung uang dan mengurus pajak perusahaan-perusahaan nakal yang ingin menipu negara.

Kesalahan terbesar gayus adalah menggunakan hasil korupsi sebesar-besarnya untuk kepentingan sendiri. Mungkin ceritanya akan berbeda jika Gayus membagi-bagikan 70 % dari hasil korupsinya untuk memberikan modal usaha bagi para pakir miskin dan anak terlantar yang belum diurus negara. Cerita juga akan jauh berbeda manakala gayus membagi-bagikan hasil korupsinya untuk membantu rehabilitasi sekolah-sekolah yang tidak terawat di daerah, mendonasikan sedikit hasil korupsinya untuk membantu korban bencana dan aktifitas sosial lainnya.

Kesalahan terbesar gayus juga, karena terlambat sadar dan mengingat kisah Robin Hood, sang legenda pencuri di negeri antah berantah itu. Robin Hood dalam alam pikiran kita kebanyakan adalah sosok maling yang baik hati untuk orang kecil. Kisahnya juga kembali dikemas dalam film layar lebar. Merampok para bangsawan untuk menafkahi orang-orang kecil yang tidak diurus kerajaan–dalam konteks gayus, merampok perusahaan-perusaahan besar untuk kepentingan rakyat banyak.

Robin Hood sebenarnya contoh paling baik bagi gayus, tetapi sayang semua itu sudah terlambat. Andai gayus seperti Robin Hood barangkali akan banyak simpati berdatangan pada gayus, termasuk dukungan facebookers fakir miskin dan anak terlantar yang belum sempat dibiayai negara mendukung pembebasan gayus. Andai?

Salam Kompasiana,

12942817431693294409

Gayus saat plesiran di thailand (ilustrasi/kompas)

Diposting pertama kali di kompasiana, 06 Januari 2011

January 1, 2011

Ani Yudhoyono-Megawati 2014, Bukan Skenario PDI-P

Ternyata asumsi banyak kalangan tentang kemungkinan ibu Ani maju sebagai salah satu capres pada pemilihan presiden 2014 bukan isapan jempol, lihat saja berita yang muncul hari ini di portal kompas (31/12) menjelang tahun baru 2011 yang memberitakan tentang sinyalemen politik dari para elit partai Demokrat maupun PDI-P.

Disebutkan bahwa PDI-P tidak menutup kemungkinan untuk berkoalisi dengan partai Demokrat, hal ini dikuatkan oleh salah satu kader PDI-P di daerah, sementara lampu hijau dari Partai Demokrat disuarakan pak Ruhut Sitompul—kader pecinta sejati Pak Beye. Ibu Ani sebagai Presiden dan cawapres akan dicarikan dari kader muda PDI-P, kira-kira begitu skenario jika dua partai ini berkoalisi. Pintu koalisi cukup terbuka pada kedua partai mengingat kebekuan politik yang selama ini terjadi perlahan mulai mencair. Lantas siapa yang hendak menjadi pendamping ibu Ani? Dengan kriteria muda tentu saja ibu Megawati tidak termasuk dalam kategori ini, maka ada kemungkinan mbak Puan Maharani.

Belum lama ini sebuah opini dari wimar witoelar di Jakarta post mengulas tentang kandidat yang bakal maju di pertarungan 2014, diprediksikan wimar, akan maju sejumlah kandidat dan tidak jauh dari peserta pilpres tahun 2009, nama-nama seperti Prabowo, Wiranto, diprediksikan akan tanding ulang meski tidak dalam satu barisan, disusul nama-nama baru seperti pak Ical, pak Surya dan tidak ketinggalan ibu SMI yang bisa jadi adalah kuda hitam dalam kompetisi karena tidak memiliki dukungan politik dan SMI bukan hobi politik.

Catatan menarik, jika SMI benar-benar maju menjadi salah satu kandidat—seperti dielu-elukan sejumlah kalangan karena melihat track record SMI yang jauh lebih baik dari segi integritas jika dibandingkan dengan kandidat lain, maka dipastikan SMI selain bertemu dengan petualang politik sejati sejak pasca-reformasi tetapi juga akan head to head dengan ibu Ani. Otomatis, pilpres 2014 akan diramaikan dengan parade kebaya capres-cawapres wanita. Dan, pak beye dipastikan akan menjadi juru kampanye ibu Ani seperti Bill Clinton kampanye buat ibu Hillary.

Memasuki 2011 tentu bukan hal aneh untuk berbicara pemilu 2014, mengingat ajang kompetisi politik itu tiga tahun lagi akan tiba. Dengan memprediksikan kemungkinan-kemungkinan dalam pemilu 2014 kita juga hendak mengingatkan pemerintah bahwa tiba saatnya untuk unjuk prestasi karena masa jabatan tidak lama lagi. Kita bisa pastikan dalam catatan harian masyarakat bahwa tahun 2010 ini masyarakat kita dijejali dan disesakkan oleh drama politik yang tak kunjung berakhir.

Akhir kata, kita tidak punya urusan siapa berkoalisi dengan siapa untuk kursi presiden. Lepas dari semua itu, semoga di masa yang akan datang, postingan pada malam tahun baru 2014 penuh dengan prestasi yang membanggakan negeri ini. Sebelum mencontreng siapa yang layak menjadi pengganti pak beye.

Salam 2011