June 3, 2009

Solidaritas Untuk Prita Mulyasari

Tangisan Ananta untuk Bunda Prita

Senin, 01 Juni 2009 | 10:46 WIB

prita

Membaca berita mengenai ibu Prita, memang membuat kita sedih, mengingat dua anak yang ditinggalkannya masih balita. Di Facebook, blog, dan media jaringan sosial lainnya kita tidak henti-hentinya mengharapkan pihak-pihak terkait untuk bisa menyelesaikan persoalan ini dengan kepala dingin, secara damai dan kekeluargaan. Jalur hukum tidak selalu membawa kebaikan bagi semua. Apalagi bagi si kecil yang masih butuh ASI.

Untuk tujuan itu saya sengaja melampirkan berita dari Tempointeraktif.com.

TEMPO Interaktif, Jakarta: Sudah tak terbilang berapa kali Khairan Ananta Nugroho dan adiknya, Ranarya Puandida Nugroho, menanyakan keberadaan ibu mereka. Setiap menjelang tidur dan bangun dari peraduan, keduanya mencari sang ibu sambil menangis. "Bunda mana? Bundaaa...," jerit Ananta, 3 tahun, kala terjaga.

"Saya jawab, 'Ibu sedang dirawat di rumah sakit,'" tutur Andri Nugroho, 30 tahun, ayah Ananta dan Ranarya, dengan wajah sedih di rumahnya, Bintaro Sektor 9, Tangerang Selatan. Lantaran istrinya tak kunjung pulang, Andri terpaksa mengganti asupan ASI untuk anak bungsunya dengan susu formula. Ranarya, 1 tahun 3 bulan, diasuh bergantian oleh Andri dan pembantunya.

Karyawan perusahaan swasta di Senen, Jakarta Pusat, ini terpaksa berbohong karena anaknya terlalu kecil untuk memahami persoalan yang mendera Prita Mulyasari, 32 tahun. "Ini untuk kebaikan dan perkembangan psikologi mereka."

Prita adalah karyawati di bagian call center sebuah bank swasta. Perempuan kelahiran 1977 di Solo, Jawa Tengah, itu mendekam di Penjara Wanita Tangerang sejak 13 Mei lalu. Ia dituduh mencemarkan nama baik Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutra, Tangerang Selatan, melalui Internet. Ancaman hukuman pelanggaran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik itu maksimal 6 tahun penjara atau denda Rp 1 miliar.

Semua bermula dari keluhan Prita atas pelayanan rumah sakit ketika dia dirawat pada awal Agustus 2008 lewat surat elektronik. Semula ia divonis terjangkit demam berdarah sehingga mesti rawat inap. Belakangan dokter menyatakan Prita terkena virus udara.

Merasa keluhannya tak ditanggapi, Prita menuliskan pengalamannya via e-mail pada 15 Agustus 2008. Pihak rumah sakit menjawab keluhan lewat mailing list dan dua koran nasional. Ia akan disidang pada 4 Juni nanti di Pengadilan Negeri Tangerang. Sebelumnya, sidang perdata memutuskan Prita melanggar hukum. Tapi kedua belah pihak menyatakan banding.

Prita Mulyasari mengaku tak pernah menyebarkan keluhan tentang pelayanan Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutra di milling list. "Prita tak mempunyai komunitas atau milis tertentu," kata suaminya, Andri Nugroho, kepada Tempo kemarin. "Dia hanya mengirimkan ke temannya melalui e-mail pribadi."

May 29, 2009

Salah Satu Kajian Neoliberalisme

SUARA PEMBARUAN DAILY


Judul: Mitos Perkembangan Negara
Penulis: Oswaldo de Rivero
Penerjemah: M Sya’roni Rofii
Penerbit: Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Cetakan: Agustus 2008
Tebal: 320 halaman

Ketika harus menghadapi tantangan-tantangan abad XXI, negara-negara Amerika Latin, Asia, dan terutama Afrika masih dipenuhi dengan berbagai proyek nasional yang tidak sukses. Tingkat kemiskinan yang benar-benar parah telah menghambat pembangunan nasional mereka. Minimnya teknologi juga menjadi kendala tersendiri bagi mereka untuk bersaing di kancah perekonomian global.

Dengan segera, dunia menyematkan sandangan eufemistis terhadap mereka sebagai negara berkembang. Istilah negara berkembang terkesan menawarkan optimisme bahwa suatu hari nanti negara tersebut akan mencapai perkembangan sebagaimana yang telah dicapai negara-negara maju. Benarkah demikian?

Untuk memastikan anggapan di atas, selayaknya kita mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut, yang merupakan benang merah dari konstruksi perkembangan negara:

Bagaimana negara-negara akan mampu berkembang secara ekonomi ketika jumlah penduduknya terus saja bertambah dan komoditas ekspornya hanya berkutat pada bahan-bahan mentah dan setengah jadi?

Bagaimana perekonomian pasar dan masyarakat konsumer dapat terbentuk di negara-negara kawasan Amerika Latin, Asia, dan Afrika yang lebih dari 40 persen penduduknya hidup di bawah garis kemiskinan, dengan pendapat kurang dari satu dolar per hari?

Bagaimana hampir 5 miliar penduduk dunia dengan pendapatan yang sangat rendah dapat terintegrasikan ke dalam pola-pola konsumsi global tanpa secara serius mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup?

Adalah Oswaldo de Rivero, seorang diplomat asal Peru, yang secara tegas menyatakan bahwa perkembangan negara berkembang hanyalah mitos. Sebuah mimpi yang diberikan oleh negara-negara yang terlebih dahulu merasakan kemakmuran, kesejahteraan, dan kemapanan, yang menebarkan pengaruhnya dalam bentuk wacana ideologis disertai bumbu hegemoni dan dominasi.

Tidak sedikit negara-negara miskin dan berkembang yang akhirnya tersungkur dan terempas oleh kerasnya percaturan global serta teknologinya yang menganut hukum rimba, sebagaimana ajaran Darwin: survival of the fittest.

Melalui buku inilah Oswaldo mempertahankan argumentasinya tentang mitos perkembangan negara. Di dalamnya diuraikan tentang sejarah perekonomian dunia, kemudian dianalisis secara tajam dampak yang akan ditimbulkan bagi negara-negara miskin dan berkembang. Oswaldo juga banyak menyinggung tentang ideologi kapitalisme, sosialisme, komunisme, nazisme, dan lain-lain. [Irham Sya'roni, Pegiat Forum Kajian Lereng Merapi (For KaLeM) Yogyakarta]