January 29, 2010

Antara Garuda, KFC dan Tirai Bambu


Tidak ada asap kalau tidak ada api. Barangkali pepatah itu yang tepat untuk menjawab latar belakang aksi 28 Januari 2010 kemarin. Di hampir semua kota besar di Indonesia, aksi digelar ribuan mahasiswa dan elemen civil society lainnya menuntut janji 100 hari yang telah dijanjikan rezim yang sekarang berkuasa saat pertama kali dilantik.

Tagihan janji rakyat kemarin sebenarnya tidak untuk menuntut 100 hari semata tetapi lebih kepada mengekspressikan akumulasi kekecewaan yang telah lama dipendam. Setiap kita tentu kecewa jika kekayaan alam yang begitu besar tidak mampu untuk mensejahterakan rakyatnya. Alam Indonesia adalah upeti terbesar abad ini, begitu kira-kira ekspressi negara-negara lain melihat kekayaan Indonesia. Dan, sayangnya upeti itu perlahan tapi pasti dikeruk oleh negara lain.

Indonesia telah memilih menjadi bagian dari kampung global, sebagian kedaulatannya dilepaskan, bangsa lain tidak salah kalau datang dan berdagang di negeri berpenduduk terbesar ketiga di dunia ini asalkan memenuhi ketentuan hukum yang berlaku. Maka, jangan heran kalau dimana-mana kita tidak asing dengan outlet berlogo orang tua peracik ayam, Kentucky Fried Chicken (KFC), ayam goreng yang sebetulnya tidak aneh dilidah masyarakat Indonesia atau kofi Starbucks yang tidak lagi sekedar menyeruput kopi tetapi telah menjadi bagian dari gaya hidup, tidak berhenti sampai disini, saat kita perlu tontonan kita diarahkan untuk menyaksikannya di bioskop 21 / XXI, one stop shopping, miling pedangan luar.

Carefour tidak kalah hebat, mereka berdagang begitu cerdiknya, mereka datangkan bahan-bahan alam dari para petani lokal untuk kemudian mereka jual dengan harga berlipat ganda, gaya hidup masyarakat Indonesia telah berhasil digeser: daripada anda ke pasar-pasar tradisional yang tidak nyaman, pilihlah carefour.

Pendatang baru yang sebetulnya telah lama menancapkan akarnya di Indoesia, China juga tidak kalah gesit. Negeri tirai bambu ini telah berhasil menujukkan kepada dunia bahwa mereka adalah macan Asia. Mereka berani berkompetisi dengan para pedagang-pedagang tadi. Dengan fislosofi barang murah dan kuantitas, perlahan mampu merubah paradigma masyarakat.

Ya, kita telah dikelilingi oleh para pedagang dari berbagai belahan dunia. Pemerintah kita telah menyepakati sekian banyak perjanjian tanpa persiapan matang. Tidak ada proteksi, sebagaimana diantisipasi negara lain. Parlemen kita, selalu kalah cepat. Tradisi politik kita tidak kunjung memiliki karakter.

Tetapi, Garuda tetap di dadaku.