March 20, 2011

Megawati Lebih Tegas Dari SBY!


OPINI | 09 March 2011 | 18:24249 15 3 dari 3 Kompasianer menilai aktual

Untuk kesekian kalinya presiden SBY curhat di depat rakyatnya seputar koalisi yang telah dibangun bersama partai-partai yang oleh SBY serta partai Demokrat pada awalnya diharapkan mampu menopang kebijakan pemerintah. Di depan rakyatnya melalui sebuah konferensi pers SBY sekitar dua minggu lalu mencoba mengutarakan kegelisahan dengan nada yang agak meninggi menujukkan kemarahannya kepada peserta koalisi. Mengapa partai mitra koalisi tidak pernah faham arti koalisi? Mengapa partai mitra koalisi tidak pernah satu pandangan dalam rapat-rapat paripurna yang sangat menentukan karisma politikus itu?

Nyatanya, koalisi yang dibangun dengan partai-partai penentu suara di parlemen tidak cukup membantu mengamankan kebijakan pemerintah. Alih-alih mengawal kebijakan SBY para peserta koalisi meskipun sudah mendapat jatah menteri tidak serta merta membuat mereka “puas” untuk mengutak-atik dan mengusik ketenangan sang presiden.

Dua kali SBY dan Demokrat ditelikung oleh mitranya sendiri. Pertama, tentu saja ketika parlemen rebut soal angket century yang dimotori kader PDI P kemudian disambut hangat oleh Golkar dan PKS yang notabene adalah mitra sejati SBY. Angket century kala itu memberikan kemenangan pada kubu yang menganggap skandal century harus ditindaklanjuti dengan pendekatan hukum: OPSI C.

Drama yang kedua baru saja usai sekitar sebulan lalu, ketika, lagi-lagi dua mitra koalisi SBY, Golkar dan PKS menyatakan komitmen untuk membela kepentingan “rakyat” dengan mendukung hak angket pajak. Barangkali dua partai mitra koalisi SBY ini belajar dari angket sebelumnya yang sukses besar mencampakkan muka partai democrat serta setiap orang yang memiliki hubungan dengan democrat (presiden sby sendiri adalah dewan Pembina partai berjas biru itu), maka dengan kepercayaan diri tinggi mereka mengusung hak angket.

Sayangnya, kalkulasi partai berlambang pohon beringin dan padi kapas itu kali ini melesat. Jumlah suara tanggung partai Gerindra merubah scenario barisan oposisi di parlemen. Berkah tidak didapat justru musibah menghantui di depan mata para politikus Golkar dan PKS. Tanpa menunggu berlama-lama SBY langsung “memarahi” partai mitra koalisi yang secara psikologis merasa bersalah dan lemah tidak punya daya tawar: mencoba menggertak SBY tetapi gertakan itu tidak terwujud lantaran jumlah suara saat voting memenangkan kubu SBY melalui pidato itu. Selain SBY ketua umum partai Demokrat, Anas Urbaningrum, yang biasanya kalem berubah seketika ketika melihat kenyataan pahit dari koalisi-koalisian yang mereka bangun.

Marahnya SBY dan Demokrat diekspressikan dengan menggulirkan isu reshuffle cabinet. Menteri dari partai yang tidak loyal diminta untuk disingkirkan dari KIB. Bang Ruhut Sitompul adalah salah satu kader yang terang-terangan agar kader democrat diberi jatah menteri menggantikan mitra koalisi yang sudah tidak setia. Jatah menteri diperuntukkan juga bagi kader Gerindra yang berjasa menyelamatkan muka sby dan democrat di forum parlemen. Tidak ketinggalan fasilitas istimewa juga dipersiapkan untuk partai yang konsisten menjadi oposan SBY yakni PDI Perjuangan. Bahkan, jika PDI P mau masuk dalam barisan koalisi menggantikan Golkar dan PKS, partai democrat tidak segan-segan mengabulkan semua permintaan PDI P.

Panggil Memanggil

SBY juga tidak ingin berlarut-larut dalam kemelut koalisi sehingga dipanggilah para pemimpin partai mitra koalisi, mulai dari yang tingkat loyalitasnya tinggi hingga yang terendah (terancam disingkirkan).

Permintaan reshuffle termasuk menjadi bahan obrolan untuk panggil memanggil itu. Selain reshuffle kontrak 12 point dengan mitra koalisi kelihataanya juga coba dibicarakan ulang, dimaknai dengan pemahaman yang sama.

Dari sekian banyak panggilan ke istana satu yang menjadi sorotan adalah panggilan kepada putrid ketua umum PDI P, Puan Maharani. Puan dipanggil saat isu reshuffle marak dibicarakan. Tokoh PDI P menjawab kabar pemanggilan dengan nada diplomatis, pecah menjadi dua, satu mengisyaratkan kemungkinan koalisi, sementara yang lainnya menyatakan sikap PDI P merujuk pada sikap ketua umum mereka yang ibu Megawati yang konsisten menjadi oposisi sebagai amanah dari kongres partai.

Cerita Demokrat jatuh hati kepada Ibu Megawati terdengar sejak pemerintahan SBY periode kedua hendak dicanangkan, tetapi karena ketua umum PDI P tidak pernah menanggapi Demokrat maka kedua partai tidak pernah satu barisan-meskipun ada sejumlah kompensasi yang diberikan democrat kepada PDI P dengan meloloskan jabatan strategis di parlemen buat kader PDI P yang juga orang terdekat ibu Mega.

Hingga hari ini SBY tidak pernah mampu meluluhkan hati sang ketua umum, beragam cara digunakan tetapi tetap tidak mempan, mulai dari mengirim utusan yakni pak hatta rajasa, membisikkan pesan melalui suaminya pak taufik kemas, dan upaya terakhir dengan mengundang putri ibu mega, Puan Maharani. Semua upaya itu gagal total. Akhir dari cerita bujuk-membujuk itu, Ibu Megawati tetap di luar pemerintahan menjadi oposisi!

Pesan yang ingin disampaikkan tulisan ini adalah, harapan public agar pak sby sedikit tegas menghadapi kisruh politik tidak terpenuhi karena pak sby masih saja asyik menjaga citra dengan merangkul sekian banyak mitra koalisi dari partai politik, masih berkompromi dengan partai yang sebetulnya membuat kerja sby tidak berjalan progress. Semua orang tahu kompromi politik sby menjadi batu sandungan terbesar ketidaktegasan itu.

Pesan lainnya adalah, apresiasi kepada petinggi PDI P, Ibu Megawati yang menujukkan ketegasannya sebagai petinggi partai banteng nan berwibawa. Ibu Megawati layak menjadi “politician of the month” karena menjadi pemecah kebuntuan ditengah ketidaktegasan seorang pemimpin. Mengajarkan etika politik yang sungguh bijak. Konsisten menjadi oposisi tanpa basa-basi lebih baik ketimbang mengobral kata-kata sementara nasib rakyat terombang ambing badai koalisi-koalisian yang sarat kompromi itu.

Salam Kompasiana,

Yogyakarta, 9 Maret 2011

M Sya’roni Rofii

No comments: