May 8, 2011

Mengapa Kita Menolak Gedung DPR? (Tanggapan Atas Marzuki Ali)

Mengapa Kita Menolak Gedung DPR? (Tanggapan Atas Pak Marzuki Ali)

OPINI | 02 April 2011 | 11:34 272 21 1 dari 1 Kompasianer menilai aktual

130171853478636356

Pak Marzuki ketua DPR (gambar/google)

“Merebut Citra” , itulah tema besar dari tulisan Ketua DPR, Marzuki Ali (selanjutnya baca Pak Juki), terkait isu yang belakangan berkembang di masyarakat. Citra yang dimaksud tentu saja manuver parpol lain yang menggunakan momentum ini untuk menyerang kubu yang dianggap berjasa meloloskan aturan pembangunan DPR dengan angka trilyunan itu. Pak Juki sebagai ketua DPR dari fraksi terbesar di DPR yakni Demokrat mencoba pasang badan dengan mengatakan bahwa ini adalah bagian dari kerja bersama, kerja profesional antar anggota dewan, sehingga keputusan yang dikeluarkan semata-mata untuk kepentingan rakyat. Jadi, tidak ada kepentingan rakyat yang tercederai disini, disamping keputusan itu telah melalui mekanisme yang ada di DPR, anggota dewan dari 9 fraksi ambil bagian dalam keputusan itu. Keputusan bersama harus ditanggung bersama.

Sepertinya Pak Juki kecewa dengan rekannya dari partai lain, yang, pada saat perencanaan bersepakat, tetapi di belakang hari berubah haluan, seketika menjadi pembela rakyat dengan mengatakan gedung baru DPR harus ditolak karena tidak mencerminkan kepedulian wakil rakyat atas penderitaan rakyat–tontonan yang sebetulnya tidak kali ini saja kita lihat.

Kita tentu memahami kekecewaan Pak Juki terkait sikap rekan-rekannya di DPR yang tidak bisa ditebak sikap masing-masing mereka, sangat akrab dengan jargon :”kawan hari ini, besok belum tentu,” meskipun sesama Setgab. Tetapi biarlah kekecewaan itu diselesaikan sendiri oleh Pak Juki bersama rekan-rekan di DPR sana, sebab rakyat terlalu banyak urusan untuk mengurusi kegiatan para wakilnya di Senayan. Toh ada staf ahli yang setiap hari bisa membantu.

Urusan rakyat yang terkini adalah: orang tua yang anaknya duduk di SMA siap-siap mengantarkan anak yang lulus UN untuk masuk perguruan tinggi yang kian hari kian mahal, yang SMP siap ke SMA, yang SD siap ke SMP, yang TK siap Ke SD, yang dari PAUD siap bermain di Taman Kanak-Kanak. Apalagi sekarang ada banyak tipe sekolah disesuaikan dengan kemampuan orang tua membayar. Semakin kaya Ortu semakin berkelas sekolah mereka. Sementara yang anaknya pintar tapi gaji pas-pasan tentu tidak boleh bermimpi tinggi-tinggi untuk sekolah terbaik buat anaknya karena ada banyak biaya yang harus dikeluarkan (sebutlah RSBI yang mahal itu), meskipun dana BOS sudah diumumkan menteri pendidikan. Urusan lainnya?? Ada BBM yang kian hari kian mengancam untuk dinaikkan, tarif listrik yang semoga tidak naik, dst. Intinya rakyat banyak urusan!

Soal Gedung Baru

Kembali ke soal gedung. Pak Juki dengan begitu banyak argumentasi yang dibangun berdasarkan fakta dan angka plus keterangan ahli, sebenarnya bisa diterima, terlebih beliau juga sudah merapatkan itu dalam rapat BURT bersama rekan-rekan di Dewan, melalui rapat yang visioner. Tetapi, maaf, lagi-lagi rakyat belum bisa menerima argumen itu secara utuh.

Ada beberapa alasan yang bisa saya simpulkan dari beberapa bahan bacaan, komentar ahli dan sedikit menggali data-data yang jumlahnya tidak terkira:

1. Gedung DPR yang dirancang mewah itu ditujukan untuk kenyamanan dalam bekerja anggota DPR. Namun, rakyat kelihataanya tidak begitu yakin suatu saat jika gedung itu tuntas akan membawa perubahan dalam sistem dan semangat kerja anggota dewan. Masih ingatkah kita ketika pembahasan RUU keuangan, oleh anggota dewan sebelumnya, harus dibahas di hotel berbintang, sementara gedung DPR berdiri kokoh tidak digunakan 24 jam??

2. Gedung DPR, dibangun dengan desain yang memakan tanah berhektar-hektar, menurut salah satu ahli planologi, kawasan DPR tadinya didesain oleh Bung Karno untuk kawasan penghijauan, meresap polusi yang kian hari kian sesakkan Ibu Kota. Haruskah lahan hijau yang tersisa itu digunakan untuk membangun gedung yang sebetulnya masih belum mendesak.

3. Pak Juki menyinggung soal biaya bangunan yang sebetulnya telah dipress sedemikian rupa sehingga hemat anggaran sekian persen. Tapi, bukan soal hemat atau tidaknya yang dipersoalkan rakyat. Rakyat memiliki kecurigaan sendiri bahwa pejabat publik lebih suka hambur-hamburkan dana untuk bangun gedung ketimbang untuk fasilitas publik. Jika DPR merasa dekat dengan rakyat tentu dengan langkah bijak akan menunda gedung baru DPR menunggu semua fasilitas publik terpenuhi.

4. Kecurigaan lain rakyat atas wakilnya adalah, seperti disinggung Pak Juki, gedung DPR didesain lebih hemat ketimbang gedung MK atau gedung pemerintah lainnya. Perbandingan ini sekaligus membawa kita pada perbandingan kinerja. Gedung MK dibangun semewah-mewahnya tidak ada rakyat yang menolak, sementara gedung DPR didesain hemat malah mendapat protes keras dan menjadi bahan manuver politik. Artinya, MK sangat dicintai rakyat karena kinerja mereka yang sangat baik, maka rakyat bertoleransi untuk memanjakan MK tetapi belum untuk DPR. Prestasi dulu, baru hadiah.

Empat saja dulu yang bisa diajukan. Lepas dari semua itu, menjadi anggota dewan memang mendedikasikan diri untuk kepentingan rakyat. Wakil rakyat memang idealnya mengabdi untuk rakyat. Tugas pokok DPR adalah: legislasi, anggaran, dan kontrol, tentu tiga hal ini sangat dipahami oleh pak Juki dan rekan. Maka, jika suatu saat negeri ini sudah bebas korupsi, anggaran surplus karena hasil alam dikelola dengan baik, dan DPR sudah bekerja dengan baik, maka rakyat tidak segan-segan untuk mendukung pembangunan gedung baru DPR lengkap dengan fasilitas yang diinginkan sebagai hadiah atas kerja keras mereka.

13017186661299843085

Gedung House of reprentative AS dengan desain klasik dan minimalis tidak makan banyak tanah (gambar/google)

No comments: