January 6, 2011

Andai Gayus Robin Hood

1294281638306062935
Robin hood dalam kemasan baru hollywood (ilustrasi/google)

Gayus kembali muncul ke permukaan. Selain karena baru saja membacakan surat pembelaan terkait skandal pajak yang menimpa dirinya. Ia juga tengah disorot lantaran mantra uangnya yang, lagi-lagi membuat aparat di negeri ini tidak bisa berkutik. Aparat hukum adalah salah satu yang paling terkena imbas kelakuan gayus.

Beberapa waktu lalu Devina lewat surat pembacanya di harian kompas sepertinya ingin mengembalikan memori kita semua tentang kepergian gayus kesana-kemari di saat ia seharusnya berada dalam sel tahanan mako brimob. Cerita tentang kepergian gayus ke Bali untuk sekedar menonton tenis ternyata bukan puncak pelesir gayus. Tetapi cerita kali ini lebih dramatis, gayus berhasil melewati sekian banyak penjagaan aparat Indonesia sejak dari mako brimob yang terkenal ketat dan angker itu, berlanjut ke imigrasi dengan memalsukan identitas bernama Laksono–tentunya dengan photo wig fenomenal itu–untuk membuat pasport, begitu juga di bandara, dan akhirnya gayus bisa berenang di pantai indah Makau, setelah sebelumnya terbang bersama maskapai Air Asia. Banyak orang beranggapan uang melimpah gayus adalah mantra paling ampuh yang dia miliki.

Hingga hari ini uang hasil korupsi gayus sudah berkurang berapa digit? Kita belum tahu pasti. Yang jelas angka milyaran rupiah tidak cukup banyak jika hanya dihabiskan gayus untuk berhadapan dengan hukum.

Gayus sekuat apapun ia tersenyum di hadapan kamera, pasti akan redup juga. Sebab babak pengadilan pasti akan membawa gayus pada vonis, entah lima tahun, sepuluh tahuh, seumur hidup dan mungkin hukuman mati.

Riwayat perjalanan gayus pasti akan berakhir pada ujung ketidakpastian, selepas vonis dijatuhkan, gayus akan menjadi penghuni tetap sel tahanan, ia sudah dipecat dari pekerjaannya, istrinya tidak bisa lagi menikmati hasil korupsi suaminya seperti orang biasa, orang tua gayus sudah lama menghapus gayus dari silsilah keluarga karena tabiat buruk koruptif ini, terus apa kata teman-teman bermain anak gayus (jika gayus sudah punya anak) saat mereka sedang bercanda, sebab semua umur hampir pasti mengenal gayus.

Gayus juga bukan orang penting di negeri ini, ia hanya orang biasa, ia bukanlah petualang politik yang memiliki dukungan politik saat ia terseret skandal seperti sejumlah kasus yang menimpa elit politik lebih besar, ia juga bukan ahli hukum yang pandai menginterpretasi, ia hanya seorang alumnus sekolah akuntan yang pandai menghitung uang dan mengurus pajak perusahaan-perusahaan nakal yang ingin menipu negara.

Kesalahan terbesar gayus adalah menggunakan hasil korupsi sebesar-besarnya untuk kepentingan sendiri. Mungkin ceritanya akan berbeda jika Gayus membagi-bagikan 70 % dari hasil korupsinya untuk memberikan modal usaha bagi para pakir miskin dan anak terlantar yang belum diurus negara. Cerita juga akan jauh berbeda manakala gayus membagi-bagikan hasil korupsinya untuk membantu rehabilitasi sekolah-sekolah yang tidak terawat di daerah, mendonasikan sedikit hasil korupsinya untuk membantu korban bencana dan aktifitas sosial lainnya.

Kesalahan terbesar gayus juga, karena terlambat sadar dan mengingat kisah Robin Hood, sang legenda pencuri di negeri antah berantah itu. Robin Hood dalam alam pikiran kita kebanyakan adalah sosok maling yang baik hati untuk orang kecil. Kisahnya juga kembali dikemas dalam film layar lebar. Merampok para bangsawan untuk menafkahi orang-orang kecil yang tidak diurus kerajaan–dalam konteks gayus, merampok perusahaan-perusaahan besar untuk kepentingan rakyat banyak.

Robin Hood sebenarnya contoh paling baik bagi gayus, tetapi sayang semua itu sudah terlambat. Andai gayus seperti Robin Hood barangkali akan banyak simpati berdatangan pada gayus, termasuk dukungan facebookers fakir miskin dan anak terlantar yang belum sempat dibiayai negara mendukung pembebasan gayus. Andai?

Salam Kompasiana,

12942817431693294409

Gayus saat plesiran di thailand (ilustrasi/kompas)

Diposting pertama kali di kompasiana, 06 Januari 2011

No comments: