November 18, 2010

Berkurban Bukan Semata Menyembelih

12899099201895089488
Periksa kesehatan: salah satu hewan kurban favorit di tanah air (ilustrasi/google)

Idealnya pelaksanaan Idul Adha akan lebih sempurna jika diakhiri dengan menyembelih hewan kurban, tetapi apa hendak dikata kondisi ekonomi yang sulit tidak memungkinkan untuk melengkapi ibadah itu, barangkali kondisi inilah yang dihadapi sebagian besar masyarakat kita di negeri ini. Tak mampu berkurban apakah menjadi akhir dari segalanya? Tidak juga, sebab agama sangat fleksibel dalam hal ini.

Tradisi yang berkembang di masyarakat Muslim mensyaratkan hewan kurban adalah hewan ternak entah unta, sapi, kambing, domba atau hewan ternak lainnya, dengan harapan semakin besar kuantintas hewan kurban maka skala berbaginya semakin luas pula. Bisa memberikan kemanfaatan bagi lingkungan sekitar lebih luas.

Teladan dalam melaksanakan hari raya kurban ini adalah merujuk kepada apa yang dilakukan Rasulullah SAW beberapa ratus tahun yang lalu, Rasul menjalankan ibadah Shalat Ied Adha seperti syarat dan rukun yang telah ditetapkan, kemudian usai melaksanakan shalat dilanjutkan dengan menyembelih hewan kurban yang sebelumnya telah dipersiapkan. Yang menarik dari Rasulullah adalah mempersiapkan dua ekor domba, satu diperuntukkan untuk mewakili diri dan keluarga dan satu lagi dipersiapkan untuk mewakili umatnya yang tidak mampu berkurban. Sehingga, saat menyembelih do’a dan niatnya pun merepresentasikan Rasul dan umatnya.

Mayoritas ulama’ Islam memang bersepakat untuk menjadikan penyembelihan hewan kurban sebagai sunnah muakkadah atau ibahadah yang penting untuk dilakukan.

Lantas apa makna dari berkurban? Apakah menjadi persembahan dari hamba kepada Sang Pencipta? Dalam tradisi masyarakat kuno yang ateis digambarkan persembahan adalah memberikan kurban bagi dewa-dewa dalam arti sebenarnya, sehingga persembahan diletakkan di gunung-gunung. Sementara dalam tradisi Islam prakteknya adalah usai melaksanakan aktifitas berkurban biasanya akan diakhiri dengan membagi-bagikan daging kurban kepada masyarakat sekitar. Jadi, dagingnya oleh umat, dari umat dan untuk umat. Tidak ada persembahan sama sekali.

Jawaban dari pertanyaan di atas jauh-jauh hari disebutkan secara jelas oleh Allah SWT dalam firmannya: “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS 22:37). Jadi, Allah tidak membutuhkan limpahan daging kurban nan lezat yang dipersembahkan hamba-Nya. Allah hanya menginginkan agar sesama hamba bisa saling berbagi kenikmatan antara yang kaya dengan si miskin. Bagi orang kaya daging adalah santapan biasa, tetapi bagi mereka yang miskin papa menyantap daging setahun sekali adalah anugrah Idul Adha.

Maka, bagi yang memiliki kelebihan harta dan mampu untuk berkurban tunjukkanlah keikhlasan dalam memberi kurban dengan niat untuk berbagi. Sebab, hanya niat baik dan ikhlaslah yang menjadi bukti ketakwaan dan kedekatan seorang hamba kepada Penciptanya. Sementara bagi yang tidak mampu, tak perlu khawatir, boleh jadi kurban dalam arti menyembelih kurban sudah terwakili oleh pemerintah pusat yang memang secara rutin menggelar pemotongan hewan kurban di Masjid Istiqlal, Jakarta.

Akhir kata, berkurban dalam arti menyembelih di hari raya Idul Adha adalah satu diantara sekian banyak kebajikan sosial yang bisa dilakukan oleh manusia untuk menunjukan rasa syukur kepada-Nya. Dan tentu kebajikan sosial lain harus terus dijaga dan dipupuk agar rasa berbagi kenikmatan antara yang satu dengan yang lain mampu meneguhkan rasa solidaritas sesama anak bangsa. Apalagi, ditengah situasi krisis dan bencana yang melanda tanah air. Selamat Hari Raya Idul Adha.

M Sya'roni Rofii, Kompasiana 17 November 2010

No comments: