September 25, 2010

Menengok Jejak Kebesaran Angkawasan Indonesia

.
indoflyer)


Ingatkah Anda cerita Firaun yang jasadnya menjadi salah satu ikon penting museum di Mesir? Pasti Anda ingat. Alkisah, Firaun merupakan penguasa lalim yang begitu sombong dan serakah, ia beserta pengikutnya melanggar perintah Tuhan. Saking angkuhya, Firaun menghalalkan segala cara untuk unjuk kebolehan di depan pengikutnya dengan bantuan para tukang sihir sekaligus menantang risalah kenabian Musa. Akhir cerita, Firaun tercatat dalam sejarah sebagai penguasa lalim yang ditenggelamkan Tuhan di hamparan Laut Merah. Jasadnyapun hingga kini masih bisa disaksikan, karena diawetkan sebagai contoh bagi yang melanggar kuasa Tuhan.

Tidak ada sangkut pautnya antara Chappy Hakim dengan Firaun yang melanggar perintah Tuhan. Mereka berdua sama dalam hal sebagai ikon museum.

Museum Dirgantara Tampak Depan (Google.com)

Museum Dirgantara Tampak Depan (Google.com)

Kamis (23/9) saya dengan dua orang teman mengisi kekosongan waktu dengan melakukan “tour museum”, kali ini yang menjadi target adalah Museum AURI Yogyakarta, lokasinya berada di tengah-tengah kompleks AURI, sebelah Barat Bandara Adi Sucipto Yogyakarta, sekitar 100 meter dari Jogja Expo Center, untuk masuk dilokasi Museum, pengunjung harus membayar Rp. 3000 saja. Ini adalah kunjungan pertama saya sejak pertama kali menginjakkan kaki di Kota Gudeg lima tahun lalu, padahal jarak tempat saya tinggal sangatlah dekat. Tetapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.

Museum itu sepi pengunjung, hanya ada kami bertiga dan satu orang penjaga di loket, Imajinasi saya saat itu seperti sedang berakting “night at museum”, tetapi sayangnya museum ini tutup jika malam hari, sehingga berkunjungya hanya bisa di pagi hingga sore hari, saat itu terik matarahari memang di atas singgasananya, keringat bercucuran tak terhindarkan, untung di museum itu dilengkapi dengan alat pendingin ruangan, AC.

Mendatangi Museum ini serasa menengok sejarah kebesaran Indonesia di angkasa. Di masa lalu Indonesia itu hanyalah pelengkap dalam peta dunia, ia hanyalah sebongkah pulau yang menjadi bulan-bulanan penjajahan. Tempat eksploitasi rempah-rempah dan bahan alam yang melimpah ruah. Mereka bisa merdeka dari para penjajah, mendapatkan warisan infrastruktur militer baik darat, laut maupun udara. Untuk di udara tentu saja warisan itu adalah pesawat. Punya pesawat lantas siapa yang akan menerbangkannya? Indonesia belum memiliki sekolah penerbangan. Apakah mungkin Belanda atau Jepang mau mengajarkan “anak jajahan” menerbangkan pesawat. Tetapi, toh pesawat yang dipiloti anak bangsa bisa terbang juga di langit Yogyakarta dengan Maguwoharjo sebagai landasannya.

Namanya juga museum, pesawat yang dipamerkan adalah yang telah berperan mengisi sejarah Indonesia. Setelah sekian lama beterbangan di langit Indonesia, mereka kini berjejer rapi sebagai pencerita tentang masa lalu terbang di angkasa–termasuk cikal-bakal maskapai Garuda yang menjadi kebanggaan kita itu. Diantara yang berjejer rapi itu merupakan produk Amerika Serikat, Rusia, Inggris, dan tidak kalah hebat disini terdapat juga hasil karya anak negeri meskipun belum menyamai ketangguhan generasi F-16 atau Sukhoi.

google.com)

Koleksi museum TNI AU-Yogyakarta (Sumber:google.com)

Sekedar informasi, pesawat tempur Indonesia yang menjadi unggulan TNI AU adalah F-16 dan sejumlah pesawat Sukhoi baru, mungkin masih ada yang ingat kejadian beberapa mekanik Sukhoi yang mati diduga karena minuman keras, memiliki tugas untuk mengawal Sukhoi jika suatu saat terjadi kerusakan akan mereka perbaiki, sebab mekanik kita masih perlu belajar banyak mengoperasikan pesawat dari produsen berbeda-beda, mungkin kalau produk PT DI bukan persoalan.

google.com)

Koleksi museum: Salah satu pesawat pembom tni-aum (sumber: google.com)

Selain peralatan militer udara, disini juga terdapat nama-nama penting yang mengharumkan korps baju biru langit. Salah satunya adalah dari generasi angkatan 70-an Chappy Hakim (CH). Di museum ini CH dipajang sebagai salah satu generasi terbaik AURI dan telah mendapatkan berbagai penghargaan: pernah mendapat penghargaan dari MURI karena gagasannya untuk membudayaan penulisan buku hingga seratus judul dalam setahun, sertifikat MURI dipajang bersama photo CH; CH juga dinilai sebagai inisiator banyak perubahan di AU, termasuk keunikan dari pribadi CH yang memiliki hobi musik, termasuk nge-blog di Kompasiana sehingga membuatnya berbeda dari rekan-rekannya yang lain. Tak lupa, “Cat Rambut Orang Yahudi” hasil nge-blog itu menjadi pajangan bersama buku-buku lainnya.

Minat masyarakat untuk mengujungi museum hari-hari ini kelihatannya mengalami kejenuhan. Entah karena museum kalah atraktif dengan pesona mall-mall yang semakin banyak berdiri atau masyarakat merasa cukup melihat Museum dari internet yang belakangan menjadi bagian dari hidup atau, Museum memang ditakdirkan seperti itu. Entahlah.

Kunjungan anak-anak TK hari itu beberapa saat kemudian setidaknya menghilangkan kekhawatiran saya tetang siapa yang akan mengunjungi museum itu selain saya dan dua teman saya. Anak-anak TK itu dua puluh tahun kedepan pasti akan bercerita tentang pengalamannya pernah mengunjungi museum penuh pesawat di kompleks AURI, Yogyakarta. AKhir pekan, ada baiknya para orang tua mengajak putra-putrinya mengunjungi wisata alternatif. Museum.

Akhir kata, sejarah adalah pendahuluan untuk memulai bab-bab berikutnya dalam kehdupan berbangsa.

google.com)

Pesawat Cesna buataan dalam negeri yang menjadi kebanggaan (Sumber: google.com)

Diposting di Kompasiana, 25 September 2010

No comments: