October 21, 2010

Ketika Pak SBY Terharu

Pak SBY kala berpidato (ilustrasi/kompas)

Pak SBY kala berpidato (ilustrasi/kompas)

Tiba-tiba saja suasana ruangan menjadi sunyi senyap. Intonasi yang tadinya datar terhenti di tengah jalan. Kamera wartawan tak ketinggalan mengabadikan momentum itu, sehingga saya dan kita semua yang kebetulan nonton berita bisa menyaksikan secara langsung dari tempat tinggal masing-masing. Apa gerangan? Adakah ini karena faktor demonstrasi beberapa hari belakangan yang terjadi di hampir seluruh pelosok negeri dengan tuntutan meminta presidennya mundur? Atau suasana persaingan politik di tingkatan elit yang mulai menunjukkan wajah sebenarnya?

Tidak. Ternyata tidak ada kaitannya dengan politik seperti prediksi saya. Melainkan situasi yang terekam itu adalah ketika pak SBY memberikan sambutan memperingati hari agraria. Konon–seperti terlihat di layar televisi– pak SBY terharu dengan nasib rakyatnya dan memutuskan untuk menitikkan air mata. Sembari mengheningkan cipta sejenak.

“Sudah saatnya rakyat menjadi tuan atas tanahnya sendiri di negeri ini,” kira-kira begitu kutipan pernyataan pak SBY.

Selain itu, hari peringatan agraria ini secara simbolis menghadirkan beberapa petani mewakili serah terima tanah untuk petani lain di seluruh Indonesia. Berhektar-hektar tanah diberikan kepada rakyat untuk dikelola sebagaimana mestinya.

Tentu saja rakyat akan dengan senang hati menerima pemberian dari negara, tetapi satu hal yang juga perlu mendapatkan perhatian adalah, setelah mendapatkan tanah lantas mau apa? Itu yang sering terlupakan oleh birokrat kita. DIberi pancing tetapi tidak diberi umpan, lebih miris lagi jika tidak mendapatkan pendampingan yang justtu lumrah dilakukan pemerintah dari negara negara-negara industri penganut ekonomi neolib di luar sana.

Pesan dari tulisan ini, semoga pemerintah selalu dekat dengan rakyatnya, menjadikan rakyat sendiri sebagai tuan di negeri sendiri, diberikan modal untuk mengelola sawah yang telah diberikan. Darimana modalnya? Tidak susah kok tinggal pak SBY mengontak menteri keuangan agar dana untuk kebutuhan-kebutuhan yang tidak begitu penting dialihkan ke sektor-sektor rill semacam ini. Sebab sektor yang tidak riil sekaligus “tahayyul” seperti ongkos studi banding untuk belajar KEPERAMUKAAN ke Afrika, membangun kolam renang baru anggota DPR atau rencana mengunjungi wajah masa lalu Yunani yang belakangan ramai terdengar, hanyalah kamuflase yang tidak mendatangkan manfaat sedikitpun.

Salam Kompasiana,

(M Sya’roni Rofii)

No comments: