October 11, 2010

Merawat Kedaulatan Udara

Menggapai Kedaulatan Udara

Judul : Berdaulat di Udara, Membangun Citra Penerbangan Nasional

Penulis : Chappy Hakim

Penerbit : Penerbit Buku Kompas

Tahun : Pertama, April 2010

Tebal : xi+327 halaman

Kecelakaan pesawat yang diduga merupakan pesawat Cesna di saat Airshow tengah berlangsung di Bandung bertepatan dengan ulang tahun salah satu korps ketentaraan Indonesia pertengahan September 2010 lalu mengingatkan kita akan sejumlah kejadian serupa di tanah air beberapa tahun belakangan. Sebelum ini kecelakaan serupa juga mengakibatkan korban pada personil TNI di daerah Bali. Adakah kasus ini menguak kondisi dunia penerbangan kita yang kian memperihatinkan?

Jawabannya tentu tidak simplistis, mengingat antara persoalan yang satu tidak lepas dari pengaruh dari persoalan lainnya. Harus diakui kondisi dunia penerbangan kita memang memperihatinkan. Untuk menyebut beberapa kasus misalnya, Indonesia di kawasan Asia memilki wilayah yang begitu strategis termasuk untuk kategori penerbangan, akan tetapi ironisnya kontrol penerbangan kawasan dipegang oleh Singapura, mengutip istilahnya Chappy Hakim bahwa TNI AU sulit untuk melakukan kontrol atas seluruh kedaulatan udara Indonesia mengingat sebagian kedaulatan udara RI berada dibawa kontrol FIR (Flight Information Region) negara tetangga itu, selain tidak mampu mengontrol penuh kedaulatan, Indonesia juga dinilai mengalami kemunduran dalam bidang industri penerbangan, di saat negara-negara lain seperti Singapura, Malaysia dan India mulai mencanangkan proyek kemandirian dengan mendayagunakan industri dalam negeri, Indonesia malah mengupayakan penambahan pembelian produk asing.

Dua ilustrasi di atas menjadi bahan penting dalam perenungan Chappy Hakim melalui buku berjudul ”Berdaulat di Udara, Membangun Citra Penerbangan Nasional,”buku ini menarik untuk dijadikan sebagai bahan untuk mempetakan persoalan kedirgantaraan di Indonesia, sekaligus menciptakan road map dunia penerbangan di masa yang akan datang.

Menarik untuk mengulas bab tiga yang membahas tentang industri nasional dan cita-cita kemandirian, dalam bab ini terdiri dari tujuh tulisan yang menguraikan tentang industri strategis dan peluang yang dapat diambil oleh Indonesia. Chappy dalam analisanya melihat industri strategis yang dimiliki Indonesia sebenarnya memiliki peluang untuk bisa berbicara banyak dalam konteks internasional, ia mencontohkan PT DI (Dirgantara Indonesia) yang mampu memproduksi pesawat seperti C-212, CN-235, dan N-250. CN-235 termasuk kategori penting karena masih banyak diminati oleh Malaysia, Korea Selatan, Pakistan, dan Banglades. Selain berpotensi menciptakan tipe pesawat selain di atas, PT DI juga tengah melakukan kontrak prestisius dengan salah satu produsen pesawat terbang konsorsium Uni Eropa, Airbus A380, untuk pembuatan kerangka sayap pesawat yang juga dikenal dengan pesawat super mewah, the fliying hotel (Halaman, 83).

Melihat latar belakang Chappy Hakim yang begitu mentereng di dunia dirgantara dan sejumlah apresiasi yang diberikan kepadanya baik di dalam dan luar negeri rasa-rasanya tidak salah untuk menjadikan buku ini sebagai acuan penting bagi para pemerhati, pelaku dan stake holder di bidang kedirgantaraan. Di saat persaingan di bidang industri strategis begitu ketat, setidaknya pengalaman, mimpi dan gagasan kedepan salah satu anak bangsa ini paling tidak membuat kita lebih sadar akan pentingnya merawat Indonesia baik di darat, laut dan udara.

No comments: